Kisah ini nyata, meskipun terlihat
seperti kisah dalam novel-novel romansa islami dengan tokoh fiktif yang
mendeskripsikan sosok ideal nan shalih dari seorang hamba Allah.
Perempuan ini tampil dalam pentas kehidupan dengan membawa sesuatu yang
berbeda dari kebanyakan kaum hawa. Ketika banyak dari mereka yang
menentukan kriteria suami yang tampan, mapan dan pintar, ia lebih
memilih pilihan Allah yang didapati melalui senandung doa istikharah
yang senantiasa dipanjatkannya.
Dia dikenal dengan wajah manis
dengan hias dua lesung pipitnya, kesantunan perangai yang menjadi
keanggunannya, ghirah berdakwah yang mempesona dan kesederhanaan dalam
kesehariannya. Oleh karena itu, tak sedikit laki-laki tertarik padanya.
Ada yang hanya sekadar menyampaikan perasaan cintanya, mengajaknya
pacaran, ta’aruf, dan juga melamar. Akan tetapi dari sekian banyak kisah
dalam perjalanan cintanya, ada satu kisah yang akan saya tuliskan di
sini. Kisah cinta yang tak biasa.
Suatu hari ketika ia menginjak
tahun kedua diperkuliahannya, lagi-lagi untuk kesekian kalinya ada
seorang pria yang mendatangi tempat perempuan itu (baca : kos-kosan).
Pria itu menjadikan pemilik kos sebagai perantara agar dia bisa
berkenalan dengan perempuan tersebut. Pria itu adalah seorang dosen di
universitas swasta yang akan melanjutkan pendidikan beasiswa S3 di
Australia. Cinta itu hadir karena tempat tinggal mereka yang berdekatan,
sehingga ia merasa yakin untuk menyatakan cintanya dan memberanikan
diri untuk mulai berkenalan dengan perempuan itu.
Awalnya,
perempuan itu ragu ketika pemilik kos mengabarkan kepadanya bahwa ada
seorang pria yang ingin berkenalan dengannya. Akan tetapi setelah ia
mengetahui bahwa pria itu adalah seorang muslim yang rajin ke masjid
sehingga terbayang adanya sosok keshalihan. Selain itu, pria tersebut
adalah seorang dosen yang akan melanjutkan studi S3 di Australia
sehingga terbayang adanya sosok kecerdasan, akhirnya, dia menerima
tawaran itu dan memutuskan ingin berkenalan dengan pria yang berprofesi
sebagai dosen tersebut.
Hari perkenalan pun tiba. Keduanya
berkenalan dengan didampingi oleh pemilik kos. Mereka saling berkenalan
satu sama lain sebagai sarana untuk memantapkan pilihan bagi si pria dan
memantapkan ja waban bagi si perempuan. Pada perkenalan itu, ada tumbuh
kemantapan hati dari si perempuan karena ternyata selain pintar dan
shalih, pria itu juga tampan. Perkenalan itu dilanjutkan dengan saling
tukar nomor HP. Kurang lebih, selama sebulan mereka melakukan proses
perkenalan.
Sebulan kemudian, sang Pria meminta agar perempuan
itu bisa menjawab lamarannya dalam waktu tiga hari dikarenakan
pemberangkatannya menuju Australia sudah semakin dekat. Pria itu telah
yakin akan pilihannya dan bersungguh-sungguh untuk menikahinya.
Tampaknya si perempuan juga sudah memiliki jawaban. Dengan semua
pertimbangan dan juga izin dari kedua orangtuanya, dia sudah mempunyai
kecondongan untuk menerimanya. Menerima cinta pria tersebut untuk
menikah dan membangun cinta bersama. Akan tetapi, perempuan itu tak lupa
akan sabda sang Rasul yang diabadikan oleh Imam Bukhari tentang
perintah shalat istikharah :
“Ya Allah, sesungguhnya aku
beristikharah padaMu dengan ilmu-Mu. Aku memohon kekuatan dengan
kekuatan-Mu, aku minta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya
Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya, Engkau Yang
Maha Tahu sedangkan aku tidak mengetahui. Engkaulah yang mengetahui
perkara yang ghaib. Ya Allaah jika engkau mengetahui bahwa perkara ini
baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, maka takdirkanlah
(pria yang meminangku) untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia
untukku. Ya Allaah, jika Engkau mengetahui jika perkara tersebut jelek
bagi agama, kehidupan dan akhir urursanku, maka palingkanlah ia dari ku
dan palingkanlah aku darinya. Takdirkanlah yang terbaik untukku apapun
keadaannya dan jadikanlah aku ridho dengannya.”
Dia melibatkan
Allaah dalam prosesnya. Ia gantungkan jawaban kepada-Nya. Berharap
keberkahan dan keridhaan mengiringi rumah tangganya.
Hari itu
tiba. Hari di mana ia harus menjawab lamaran pria itu untuk lanjut atau
tidaknya proses menuju pernikahan. Pagi itu, Ia sudah memiliki jawaban
yang akan disampaikannya pada malam hari, yakni untuk menerima
lamarannya. Akan tetapi ia tidak menyangka bahwa pagi itu merupakan hari
di mana Allaah benar-benar menunjukkan jawaban dari shalat
istikharahnya. Ketika ia keluar rumah untuk mencari makan, tiba-tiba ia
dikagetkan dengan sosok seorang pria yang berpenampilan kaos polos dan
bercelana pendek. Pria itu tidak asing lagi bagi perempuan itu karena
malam ini ia akan menerima pria tersebut sebagai suaminya. Ya, pria itu
adalah dosen yang melamar perempuan itu. Akan tetapi, dalam sekejap
keinginan untuk menerima lamaran pria itu hilang. Seketika pemandangan
pagi itu membuatnya berubah pikiran. Ketertarikan ia akan kepintaran,
keshalihan (yang sebelumnya ia bayangkan) dan ketampanan pria itu hilang
seketika ketika ia melihat aurat pria itu di tempat umum. Pemandangan
yang biasa diremehkan oleh kaum lelaki pada umumnya itu dijadikan tolak
ukur baik atau tidaknya seorang muslim di mata perempuan itu.
Dan
pada akhirnya, kisah ini diakhiri dengan penolakan. Meski demikian,
bukan berarti manisnya cinta tidak bisa kita kecup dalam kisah ini.
Manisnya cinta dalam kisah ini terukir ketika seorang hamba melibatkan
Allah yang Maha Mecintai (dengan shalat istikharah) dalam proses
perjalanan mencari cinta. Dan juga, manisnya cinta akan terasa ketika
kecintaan seorang hamba kepada Allah dan syariat-Nya melebihi dari
apapun yang ada di dunia ini. Perempuan itu telah merasakan manisnya
cinta, ia menjadikan ketidakacuhan seorang pria terhadap auratnya
menjadi tolak ukur baik buruknya seorang pria. Karena, pria yang baik
tidak akan meremehkan syariat dan perintah Allah sekecil apapun itu.